Wednesday, March 27, 2013

Lelaki Langit...

Hari ini kembali aku duduk di pos satpam, melanjutkan membaca buku biografi pahlawanku.
Di antara belantara gedung yang masih sepi. Burung saja masih tertipu dengan heningnya angin.
Biasanya aku berhayal, seolah olah aku masih di halaman belakang rumah, duduk dengan buku, secangkir teh, dan hening.... Hal yang sudah lama absen dari agendaku. Ternyata dalam keterbatasan memang selalu ada kenikmatan. Cuma bagaimana kita menyikapinya.

Bab demi bab berlalu, setiap bab selesai, aku pakai untuk memikirkan perjuangan pahlawanku. Pelan pelan aku serapi apa yang ia jalani, ... Berharap aku, Putra, dan anak anak akan bisa berjuang dengan kekuatan dan iman yang sama... Biasanya, aku berpikir sambil melihat rumput, atau bunga asoka yang berjajar, tertutup debu yang lembab oleh embun malam, atau menatap langit, jauh ke atas sana sambil mencoba untuk menembusnya. Spiritku seperti terbang.

Iya, memang akhir akhir ini kami lagi jatuh cinta lagi, dengan pahlawan kami, Sang Lelaki Langit. Duhai rindunya...

Hingga ingin menulis puisi lagi, dengan keterbatasan kosa kata. Tapi ini memang rasa yang sesungguhnya.

....

Cinta tak mengenal jarak dan masa
Hanya berbalur asa

Kubayangkan kelembutanMu di awan
Melukiskan senyumMu di teduhnya bulan
Terik mentari ulasan kegagahan
Jagad raya menjadi kanvas kehadiran
Kekuatan, Maha Kekuatan Abadi

Cinta tak mengenal batas
Selama jantungku berdetak
Dan peluh masih bersimbah
Hingga jasad berkalung tanah
Cinta itu tetap ada
Kupatri dalam darah penerusku
Dengan sujud di embun fajar
Pengharapan di kelam malam
Mengimani kasihMu
Mengukir hidupnya di kehidupanku, dan malaikat malaikat kecil
Serta lelaki pelindungku...

Ash-hadu an laa ilaaha illallah
Wa ash-hadu anna Muhammadan rasulullah
....

Ketika tiba waktunya, gerbang terbuka. Aku menutup buku dan melangkah ke kantor.
Hari ini akan sama dengan yang kemarin. Tapi cintaku, cinta kami semakin bersemi.

Rindu

Diantara deru suara kereta api
Membelah awan yang pucat
Burungpun tersentak dari lamunan
Pelan, kuhirup udara sesak kota
Menghayal dalam lukisan bunga yang berdebu

Koreografi kisahmu, terukir dalam puisi
Lembar demi lembar, ...memecah rindu
Aku rindu ...
Rindu debu kotamu
Oh, Satria Pembelah Bulan
Kau merenggut cintaku
Semoga puisi indahmu, terpatri dalam gerakanku