Thursday, October 16, 2014

Doakan aku, Himada …

Adakah sisa ketauladanmu di tanganku?
Ya Himada, kekasih hati,…
Begitu aku mengagumimu… tetapi menduakan pesanmu

Ya Himada, bagaimana ini?
Bagaimana cara menata hati? Bagi aku, hanya aku.

Himada, oh Himada, Lelaki Penggenggam Segala Cinta
Ia telah memberi sejagad rahmat padaku,
Adanya dirimu ya Himada, adanya ayahku, dan belahan jiwaku,
Ketiga lelaki di dunia yang jadi contohku
Adanya bintang-bintangku, yang menjadi pengharpanku
Bagaimana mungkin aku tidak setia?
Bagaimana mungkin hatiku berpaling?

Ya Himada, ketika kau bercengkrama di surgaNya
Sampaikan permohonan ampunku
Hatiku patah, hatiku sedih, sedih atas kehilangan
Yang aku sendiri penyebabnya.

Ya Himada, dan kenangan indah itu, walau kecil sekalipun
Akan menjadi luar biasa, jika tertempa dalam ketenangan jiwa.

Ya Rabb, ampunkan aku dan berikan aku ketenangan jiwa
Ya Rabb, ikhlaskan hatiku dan penuhi dengan doa
Ya Rabb, dekatkan aku, belahan jiwaku, harapanku, seluruh duniaku

Hanya bersamaMu, bersama Himada

::/ Jaurinata, Oktober pagi - mendung.

Monday, October 6, 2014

Such a quiet and breezy night at this end of the universe. Makes me wonder how close I am to the moon, or to venus ... that goddes of love 

melukis warna mimpi

semalam melukis warna mimpi,
dalam kelam malam yang membisu
berpikir tentang hidup
selangkah lebih maju
dalam usia yang tiap hari berkurang ...
tidak semua bisa diraih,
bukan berarti memang tidak untuk tanganku
atau untuk jalan hidupmu,
tapi cita cita itu tetap harus kita gantungkan setinggi matahari
untuk menjadi cahaya semangat ...
pagi ini, doa teriring salam dan cinta,
buat kamu yang semalam juga melukis warna mimpi ...
semoga langkahmu dan langkahku
maju dalam kebaikan, dalam usia yang terus berkurang
:// jaurinata, pagi berikutnya di bulan Oktober 2014.

Monday, April 14, 2014

Cinta yang Berbeda

Dalam kabut malam,
Halus angin bicara,
Kala jemarimu menggenggam tanganku,
Dan hanya hati yang bicara.

Adakah cintamu sama?
Adakah cintaku sama?
Tidak lagi seperti pertama
Ketika waktu hujan masa itu menjadi teman kita

Adakah kau segalanya?
Adakah aku segalanya?
Pelan kau berkata bahwa kau inginku bersama di surga,
Aku terdiam, dan dalam hati mengatakan hal yang sama,
Aku juga ingin kau bersamaku di surga,
Dimana kau akan kembali menggenggam tanganku,
Dan tangan malaikat2 kecil,
Seperti doa-doa malam kita..

Sayang,
Ketika cinta sudah berbeda,
Apa artinya berkurang?
Aku merasa mungkin cinta ini adalah cinta yang bertambah,
Walau harus melalui prahara dan gelisah,
Mungkin cinta ini menjadi lebih mulia,
Karena dengan cinta ini kita semakin berharap surga,

Adakah cintaku sama?
Atau cintaku sudah berbeda?
Dalam cintaku ada jiwamu,
Dan akan selalu ada...


::/ jaurinata

Thursday, April 10, 2014

Kuil Cinta

Tidaklah akan kubangun kuil cinta ini,
Jika tidak karena ibadah hatiku denganmu.

Tidaklah akan kubangun kuil cinta ini,
Jika tidak karena mimpiku bersamamu.

Tidaklah akan kubangun kuil cinta ini,
Jika tidak karena aku ingin berlari dan menari di dalamnya denganmu

Rajaku, kekasihku,
Kubangun kuil cinta ini,
Karena kau nafasku,
Bahkan tujuh per delapan hidupku.




When my facebook is not active

Society is cruel sometimes. I mean.. full of demand. Full of un-necessary questions. Especially once a person is linked to the social network, then it is like they own you. They own your life. I need to take control of my life and not by the people who are linked to me in the internet world.

Before I joined facebook, I was kind of hesitant to even join. I thoght why would I want to share my stories to people? I have a blog, even though it was hibernating. But then I did. Why not - and slowly I satrted to share tid bits of y life story, people I love, my thoughts, my snapshots. But it is all out of love on life and creativity. Also to share my opinion to others, where when it is positive I hope for them to digest it, and when it is negative, was hoping for them to udnerstand that I am only human.

But then again, I learn that perhaps through facebook, still people cannot understand a human being as a whole. I dont understand some of my friends or colleagues or even people I meet there... But sometimes I get way too close to some of them even if I never meet them.

Funny how soeciety decided to value and judge a person through his/ her facebook. I always think depend on the person who see it. When a person is so common and negative (sorry to say this) usually the impression will be negative. It is like when a person is posting their travelling picture then the "behind your back comments" will be "show off", when you post a moment with your love ones the thought can be, "I dont believe a person who just show their private moments to people!" or.. when you post about your kids performance then it is like, "is she the only person who have kids???" .. or when one is writing poems and stories and thoughts.. say about love and life .. then usually the comments will be like, " something must happen to her.. she might be in love with another man..." or.. "he must be having a crush" or.. sometimes they give you a demanding comments such as, "of course, you mean for your wife, rigth???!!!" --

But there are also the positives who loves the idea of sharing. When they see your pictures they are happy. When they see your travelling updates they expand their dreams. When they see your poem, they also feel liek dancing with the stars. When they see your thoughts, they also care for you.

But we can never know the reaction, unless we know the person - in person ! How would I know? Basically, as for me, I just ignore the negative response.... and the more I think about it, I also ignore the real comments. It is like when people are trying to put you down, try to make your feeling down, perhaps they just feel challanged - or what is sad: insecure.

The whole writing this AM is basically, dont judge me by my facebook. Indeed it is my reflection - some are real, but many times I also play with my words and thoughts. Get to know me, to know me... not virtually, not from far. When you know me, you will know why I have such status, or post a picutre....

... or why I deactivated my facebook, for now - but will never shut it off for good.




Monday, April 7, 2014

Tidak ada yang lain selain amal ibadah

Tidak panjang blog kali ini. Selain untuk mengingatkan mereka yang mungkin berpapasan dengan blog ini.

Aku pernah berkata ke seseorang, sambil menangis, ...

...

"Tau tidak? mungkin ketika ayah kamu meninggal, efeknya ke kamu berbeda dengan ketika Daddyku menginggalkan aku." Walau mungkin lawan bicaraku saat itu juga pasti punya memori tentang kepergian ayahnya. Anak mana yang tidak?

... terdiam, tersekat kerongkonganku.

"Tapi ketika tubuh kaku Daddyku dimasukkan ke liang kubur, di situ aku benar-benar semakin sadar bahwa tidak ada hal lain yang dibawa selain amal ibadah..."
Otakku menyambung, dalam alam pikiranku, "Dad tidak membawa harta, tahta, kedudukan, keluarga... Dad tidak juga membawa aku..."

Aku ingat, aku hanya jongkok di tanah yang basah itu. Susah bergerak. Sedikit jiwa manusia ingin berada di situ, seolah aku bisa melindungi Daddyku dari pertanyaan para malaikat. Tapi aku rapuh. Aku tidak punya kuasa.

...kadang kala, ada hal-hal yang mengingatkan aku akan hari sedih itu. Ketika aku sadar bahwa tidak ada yang dibawa selain amal ibadah. Mudah-mudahan itu cara Tuhan menjaga sikap dan langkahku.

...dan mudah-mudahan cerita ini membuatmu menjaga sikap dan langkahmu.

Sunday, April 6, 2014

Old Record

Call me old school.
Some of my friends told me that I am stuck in time.
For loving old songs, especially when they are played in an old record.
I miss my old record, that now just stored in the storage.
But the feeling of listening to old record,
is something that nothing can replace...
when the needle touch the surface, and you hear this rough sound before the mono sound starts to play

I love classical Italian music, or even opera
I used to imagine to have a backyard, open to a plantation, .... endless sights.
Then I would be there with friends and families when I am young.
But then spend time on a rocking chair when I am old,
perhaps, with a little twist in the whole scene that I will have an iPad,
so I can continue to pour my thoughts in writing...

But all those is surrounded by music.. would be nice if also with a record,
Call me old school, I dont mind
Because I love it.

I may be have it from my Dad's gene
or Ummi's (mom's) .. who knows,
or maybe from old hollywood movies...

But what bring smile to my face,
is that I have someone to share it with me..
and now one of my little girls also enjoy old songs

Anyhow, call me old school, I dont mind


Now, here's some mono record on one of my favorite song Spanish Harlem,
by my favorite old singer Ben E. King..


Saturday, April 5, 2014

Sisters

Sisters are like chocolate chip cookies and milk. They are good together. They sometimes foght each other, foght for a long time, but because they share one womb, one parents, one house, the connections is always there. So they will return to their roots somehow. At the end, they always stand up for each other. It is called sisterhood.

I have one. She is a doctor. We used to spend a LOT of time together. Since we were small. Playing cook, reading novels, share our imaginations as we just arrive in many places our parents. She LOVES to trick me..ha! I guess big sister always do that to the younger one. But we cam never have enough of each other. 

Hey, kak.. Remember how we used to hang out Saturday nigth? Before our marriage life? That was FUN!! I am glad i learned to drive. We zoomed off with Dad's car and just hang out like buddies. Then people would think that we might be twins...

And hey, remember when we were small in Bangkok? Passing that little street from Sekolah Indonesia Bangkok? We pretended like I was blind, and your foot was croocked... The wholevendors knew us and must thought we were silly! :) 

Oh and remember times in Pittsburgh? We had to walk up to school? And we chatted about how we miss our childhood traditional games? Then we started to play it.. Then laughed and laughed? 

....and just not at Mom's, I retook the picture when I handed over that Sari Ayu crown to your head. Ha! I thought Dad and Ummi must be proud. Their girls rule! That was fun!!! We were kinda like "eh" joining those competitions, but man it was fun! 

Hey Kak... Just missing old days with ya! Super busy our life now, ... 

*inspired by Ummi hanging out with her sisters lately. Life is good :) 

Wednesday, April 2, 2014

Nights in White Satin

I love this song. Despite that it is so mellow, but man I love the lyrics and the sound of it. It's like dreadfully in love but then the singer have to swallow his pride. Really? Hah!
Let's just take a look at the lyric. It's one of Dark Shadow movie soundtrack. 


This could happen to anyone, you know.. beware... *my fangs are coming out slooowly! ;)

Nights in white satin, never reaching the end,Letters I've written, never meaning to send.Beauty I'd always missed with these eyes before.Just what the truth is, I can't say anymore.'Cos I love you, yes I love you, oh how I love you.Gazing at people, some hand in hand,Just what I'm going through they can't understand.Some try to tell me, thoughts they cannot defend,Just what you want to be, you will be in the end.


And I love you, yes I love you,Oh how I love you, oh how I love you.Nights in white satin, never reaching the end,Letters I've written, never meaning to send.Beauty I've always missed, with these eyes before.Just what the truth is, I can't say anymore.


'Cos I love you, yes I love you,Oh how I love you, oh how I love you.'Cos I love you, yes I love you,Oh how I love you, oh how I love you.


Breath deep The gathering gloomWatch lights fade From every roomBedsitter people Look back and lamentAnother day's useless Energy spent


Impassioned loversWrestle as one Lonely man cries for loveAnd has noneNew mother picks up And suckles her sonSenior citizens Wish they were young


Cold hearted orbThat rules the nightRemoves the coloursFrom our sightRed is gray and Yellow whiteBut we decideWhich is right And Which is an Illusion

x

Monday, March 31, 2014

Taman Surga

Aku tidak akan share pengalaman di dalam taman surga atau yang disebut Raudah. Taman surga yang disiapkan buat semua pejiarah yang ingin berdoa kepada yang Khalik. Segala hal bisa terjadi di sana. Tersaruk-saruk semua berebut ingin masuk dan memohon ampunan. Menyampaikan segala pesan untuk bumi dan akhirat.

Bagiku bukan soal prestasi bisa memijakkan kaki di dalam taman surga, atau bisa sujud di saf pertama (bagi jemaah perempuan) pas di belakang pembatas sehingga tidak terganggu oleh pejiarah lainnya. Bukan soal bisa atau tidak melakukan ketiga sholat sunnah yang disarankan. Bukan...bukan...

Bukan soal sempat atau tidak menyampaikan salam kepada Yang mulia Rasulullah... Ato menyapa kedua sahabat sejatinya. Hal ini tidak perlu diperbandingkan antara satu pejiarah dengan yang lainnya. Bagiku semua mempunyai keinginan yang jelas, dan pasti berusaha keras. Bukan soal berkompetisi mendapatkan kesempatan, atau melakukan dengan kualitas kekhusukan... Bukan! 

Siang itu, bahkan sebelum aku bisa ke Raudah di Nabawi. Suamiku, Putra, minta izin untuk sholat. Aku duduk bersama dengan ketiga anak kami. Detik berjalan. Aku seperti biasa mengawasi semua orang yang hilir mudik. Berbagai bangsa, dengan berbagai warna dan ribuan cara. Ada yang sendiri, ada yang berkeluarga atau bersama teman... Sambil aku merekam semua dengan kamera, detik dan menit berlalu. Udara panas berhembus. Kami masih menunggu. Berbagai kegiatan dilakukan oleh jemaah di Nabawi. Setelah sholat para lelaki menjemput istrinya, merangkul anak-anaknya. Mungkin ini adalah spot terdamai bagi setiap rumah tangga. Kedamaian Madinah dan Nabawi menular, membuat manusia enggan untuk bersiteru. Aku rasa, semua hati terbuka di sini, semua jiwa ingin merangkul kekasihnya. Seakan rasa kasih sayang Rasulullah menular. Aku melihat pasangan tua, kakek dan nenek, mungkin dari Pakistan. Kulit mereka kering. Sari yang digunakan juga bukan yang mahal seperti yang sering kulihat dipakai ibu-ibu arisan di Indonesia. Wajah mereka sudah keriput. Tapi kakek itu sambil berbicara memegang tangan si nenek. Kedua ya berdiskusi. Ntah soal apa, hanya angin yang tau. Begitulah cinta, jika dijalani dengan benar... Maka akan abadi sampai akhir hayat... Aku yakin kakek nenek itu waktu muda pasti juga punya masalah. Mungkin ketika usia mereka sudah tua juga. Tapi mungkin usia memang mendewasakan manusia. Dan dengan rasa cinta mereka, membuat mereka akrab satu sama lain. Pernah tidak melihat dua manusia yang saling menatap ke relung mata? Begitu dalam, ...dan rasa di hati hanya mereka yang tau. Gosh, enough about that romantic moments :) ...

... Terus kami menunggu...

Sampai akhirnya sosok yang aku kenal itu datang. Mengenakan busana sholat Melayu berwarna coklat muda. Matanya mengarah ke aku. Senyum dan mata itu terlihat berkaca-kaca. Jarang aku melihat ia menangis...sangat jarang. Ini lelaki kuat berhati baik yang selama ini aku kenal. Ini lelaki yang mengajarkan banyak hal tentang Islam, tentang kehidupan, tentang kesabaran, tentang berjuang... Tubuh tingginya tiba di dekat kami. Aku salam cium tangannya dan mangajaknya duduk bersama. Anak-anak sibuk terus bermain. Kami kemudian hanya berpandangan. 

Pelan ia bercerita, bahwa ketika hendak masuk ke dalam Raudah sebenarnya mereka sudah akan menutup pintu, tetapi entah kenapa penjaga pintu itu mebiarkan ia sendiri untuk masuk. Jalan dengan tenang tanpa harus berhimpit-himpit. Ia menceritakan luapan perasaannya ketika pertama kali mendapatkan kesempatan bersujud di taman surga. Air mata menggenang lagi, aku jadi ikut menangis... Kami saling berkisah tentang perjuangan Rasulullah. Kami terus saling berpandangan. Tidaklah layak bagi kami untuk berpelukan di situ mengingat ini adalah tempat yang begitu suci. Tapi tangannya menggenggam tanganku... Ini adalah lelaki yang baik hati, yang berulang kali menyelamatkanku dan menerimaku... Jujur, tidak ada perasaan yang lebih menyenangkan melihat ia mendapatkan kesempatan ibadah luar biasa itu. Aku merasa senang melihat kelegaan hatinya, yang telah berbicara dengan Penciptanya. Ah, Julesta Putra, ...segala doaku untukmu, ... 

Ya Allah, terima kasih telah memberikan ia kesempatan. Terima kasih Engkau menyediakan waktu untuk imamku yang baik hati ini. Ya Allah, mudahkanlah jalannya....jalan ia di dunia dan dimanapun, sebagaimana Engkau memudahkan langkahnya masuk ke taman surga. Lelaki ini sudah begitu lama denganku, sehingga aku hapal setiap langkah dan geraknya. Bisa membaca pikirannya. Begitu juga ia terhadapku. Rahasia apapun di antara kami tetap terungkap, karena kami sangat saling mengenal, dan sangat saling mengerti. 

Ya Allah, lindungi ia, tinggikan derajatnya, ... Bahagiakan dia, ... Sejukkan hatinya yang kuas tanpa batas. Mudahkan pula jalanku, jalan keturunannya. Jadikan kami kekasihmu bukan hanya di taman surga, ... Tapi di sisi Singgasana muliamu.

Menjelang siang di Taman Surga
::// jaurinatara

Madinah, Negeri Damai

Sudah hampir setahun perjalanan ibadah umroh kami jalankan. Memang benar kata pepatah, tiadalah yang lebih mahal di kehidupan ini selain waktu yang hilang di depan mata. Perjalanan umroh keluarga, yang mungkin menurut beberapa orang biasa saja, akan tetapi merupakan perjalanan tak terlupakan bagi kami... Bagiku, bagi suamiku dan anak-anak...

Kejutan Rezeki
Siapa sangka rezeki datang dari mana. Ketika aku baca kembali tulisanku ketika pertama kali berhijab, ada doa kecil di sana, doa untuk bisa singgah di kota Sang Pembelah Bulan... Kota Kekasih Segala Umat, dan rezeki itu datang tanpa disangka-sangka. Kami akhir ya bisa berangkat sekeluarga, ... Anugrah yang luar biasa. Alhamdulillah. Setiap malam kami melihat tayangan ritual umroh dan sejarah jejak para Rasul serta perjuangannya di kedua kota di tanah Haram tersebut. Kadang aku berpikir, mungkin inj bagian dari doa-doaku yang dikabulkan Allah ketika membaca novel cerdas tentang Rasulullah setiap pagi di pos satpam kantor...atau doa suamiku juga? Atau doa anak-anak? Yang jelas, siapapun itu, doa tersebut dianugerahkan ke tangan kami. Alhamdulillah ... Persiapan demi persiapan dilakukan dalam waktu yang singkat. Jujur, aku sedikit takut, ... Mengingat semua yang pernah aku jalani dalam hidup ... Takut karena sering mendengar hal konyol dari mereka ya g pernah ke sana, bahwa akan selalu ada balasan... Ya Allah, pikirku, ... ampunkan hambamu ini.. Kasihani kami... Begitupun, aku persiapkan semua untuk perjalanan. Aku sempatkan buat buku panduan umroh untuk kami, ya karena suka desain, di desain sesuai dengan selera masing masing penggunanya... Sampai jahit baju untuk keberangkatan! Yes :) jahit sendiri dong! .... Biar hemat! Hee hee... Belum belanja segala kelengkapan, ... Mulai susu formula, pampers, susu anak-anak, kaos kaki, manset, ini dan itu... 
Tapi untuk saran bagi yang akan berangkat..., sebenarnya tidak perlu kuatir dengan kelengkapan. Di sana semua ada dan murah!!! Baju banyak! Abaya banyak! Baju ala Arab untuk laki-laki (namanya top) juga banyak! Dan semua di jual di sekitar hotel. Makanan juga berjibun, mulai dari susu, keju, yoghurt, ice cream, nasi kurma, lauk... Semua ada! Buah-buahan...minuman segar, jus mangga... You name it! Semua tersedia ... Jadi koper juga tidak perlu di-isi padat-padat. Lagian toh baju yang kotor sedikit jika dicuci kering dalam waktu kurang dari sejam! (pengalaman pribadi) 
Walau banyak juga bawaan kami karena membawa tiga anak, tapi mungkin pengalaman sebagai light traveller membuat kami juga realistis dan praktis ketika packing. Walhasil 4 koper tidak terisi penuh. Padatnya juga karena bawa pampers Dzar, ... Yang mana juga sedikit konyol seolah olah di Mecca sana tidak ada yang jual pampers. Begitu juga dengan ihram. Membawa dua pasang ihram untuk suamiku. Ternyata di sana juga banyak banget. Tapi ya kalau disuruh kasih saran, bawalah ihram yang tipis kalau musim panas, dan bawa satu oasang juga tidak apa.
Kami berangkat dengan paket yang cukup menarik. Tawaran 16 hari di sana ternyata terasa singkat. Untung adik ipar sendiri yang punya travel, sehingga agak mudah bagi kami untuk pengaturan dan persiapan. Yah, hitung hitung, ibadah juga, daur rezeki sesama ipar juga :) 

Langit Jingga
Ya ampun ketika berangkat memang anak-anak menjadi tantangan yang luar biasa :) . Tantangan yang menyenangkan ... Baby Dzar aktif luar biasa, terlalu gembira dengan perjalanan jauhnya yang pertama. Begitu juga Dasha dan Aqila, walau berusaha tenang. Mereka cukup baik dengan sekali-kali menghafal ayat-ayat dalam buku panduan. Kami berdua harus menjaga mereka ditambah Ummi yang juga ikut serta. Perjalanan terasa biasa bagiku, ya mungkin karena sudah terlalu sering naik pesawat jarak jauh. Tapi anak-anak...wah! Mereka seperti dapat lotere terbesar, main rumah-rumahan di pesawat. Ganti channel bolak-balik, makan bolak-balik... Dan yang paling lucu ke toilet bolak-balik karena suka dengan susunan di toilet!! Ugh... Kadang kami hampir hilang kesabaran, tapi kadang jadi geli sendiri... Tiap berapa menit Aqila merasa harus ke toilet. Sementara jika Aqila ke toilet Dasha juga ikut. Nah artinya baby Dzar akan heboh mau ikut juga. Waduh, ... Untung suamiku itu penyabar luar biasa ke anak-anak. Walau baby Dzar pake acara ngamuk, ga mau pakai seatbelt, nangis sampai muntah, tapi ya teuteup.... Nikmat juga...

Tiba di Jeddah, setelah perjalanan 8 jam dan transit di Kuala Lumpur memberikan kelegaan yang luar biasa. Cuma sedikit miris melihat petugas imigrasi di bandara yang sedikit kurang bersahabat dengan pendatang dari Indonesia. Tapi, kadang terus terang aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka, karena sering sikap kita, jemaah dari Indonesia, suka sembrono, berantakan, dan tidak mengerti banyak hal. Kami membantu di sana-sini, karena kasihan juga melihat muthawwif yang sudah hampir hilang suara untuk mengatur sana sini... Dan pada akhirnya semua teratur juga, bisa duduk manis dalam bis menuju Madinah, ....perhentian pertama di tanah Haram. Kami sekeluarga duduk di row paling belakang. Suamiku mengajarkan beberapa sejarah Islam, ... Kami membahas soal agama, hal yang sering kami lakukan di Medan, di rumah, tetapi kali ini terasa lain ... Kali ini terasa jauh lebih dekat.  Dekat dengan sejarah, dekat dengan perjuangan Rasulullah, merasa satu nafas dengan semua ciptaan Allah ... Anak-anak terlelap, baby Dzar tetap dalam gendongan abachnya.... Dan tak lama, aku juga terlelap di bahunya, bahu lelaki pelindungku...

Tiba-tiba, aku dibangunkan...walau masih letih, telinga tetap secepat kilat menangkap pemberitahuan bahwa kami akan memasuki Madinah... Semua penumpang terdiam, mendengarkan panduan doa oleh sang ustadz... Mengikuti sebaik mungkin, ... Bait demi bait, ayat demi ayat, ... Waktu itu menjelang fajar di Madinah.... Aku melihat beberapa jemaah berjalan, abaya dan burqa mereka dihembus angin yang lumayan kencang. Sepasang suami istri berjalan, sedikit terhuyung, menentang angin, menuai pahala dalam langkah-langkahnya menuju Nabawi.

Jantungku berdegup kencang, Ini lebih gila dari perasaanku dulu ketika pertama kali menginjakkan kaki di benua Amerika! Jauh lebih gila, ... Kami kemudian tiba di dekat hotel, turun dari bus. Seketika aku merasakan dinginnya angin pagi Madinah. Tetapi dingin yang menyambut, ...lembut lantunan ayat Al Quran terdengar, ...dan hal pertama aku lihat bukan Nabawi, ... Tapi langit jingga Madinah. Warna jingga itu tidak bisa dilupakan. Aku seperti hanyut dalam suasana dan kuasa Allah. Jingga yang tidak sama dengan warna langit ketika matahari terbit atau tenggelam di belahan manapun di bumi ini. Ntahlah, mungkin hanya aku yang merasa begitu, tapi warna langit jingganya begitu menarik jiwaku. Sambil menunggu yang lain turun dari bus, aku hanya bisa mengucapkan Alhamdulillah dan Subhanallah berkali-kali. Kerongkonganku tersekat menahan tangis, karena ya Tuhan.... Baru di Madinah saja rasanya sudah kurang layak untukku, mengingat semua kekurangan dan dosa, apalagi surgaMu ya Rabb... Doaku singkat, hanya meminta supaya awal dan proses ibadah kami berjalan lancar dan dalam ridhonya. Peluk kami ya Rabb ...
Saat menunggu check in ke hotel, aku seidkit ngobrol dengan Ummi... Tiba2 kami berdua teringat Daddy. Aku smalaikan ke Ummi, jika bisa mengulang waktu, aku akan menerima tawaran Daddy untuk berangkat haji. Cuma mungkin aku waktu itu terlalu muda. Ummi, dengan mata berkaca-kaca, cuma mengatakan bahwa waktu tidak akan bisa kembali. Yang penting adalah kami sudah berada di situ...bersama-sama...dan dia untuk Daddy mudah-mudahan akan terkabulkan. Semoga beliau dilapangkan kuburnya, diterangkan di sana, ditinggikan derajatnya, dan amal ibadahnya diterima Allah. Bagaimanapun, Daddy adalah orang tua yang luar biasa bagi kami, kekasih kami, tempat berkeluh kesah, tempat belajar, ... 

Payung Tanpa Hujan
Setelah membereskan perlengkapan, mebereskan anak-anak kami berjalan menuju Masjid Nabawi. Masjid berwarna putih krem itu menungggu. Ini beda dari yang dilihat di televisi. Berbeda dari apa yang sering kita dengar dari cerita traveller yang pernah di sana. Berbeda dengan apa yang kita baca di internet, lihat di majalah... Sangat berbeda. Kali ini Nabawi menunggu kami. Menungguku. Ketika tiba di gerbangnya, kami sebagai dua orang yang belajar arsitektur membicarakan keindahan masjid itu. Bagaimana perkembangannya sejak dulu yang dibangun oleh Rasulullah, hanya sepetak kecil disebelah kamar Aisyah. Hari ini Nabawi menjadi saksi tangis dan senyuman begitu banyaknya umat manusia. Payung payung putih terkembang sebahagian, melindungi mereka yang beribadah, dari matahari yang terik, tetapi bagi kami tidak menyengat. Hanya panas, tapi panas yang setiap insan terima dengan ikhlas. Suamiku mengajak baby Dzar masuk ke section laki-laki untuk sholat. Sementara aku berjalan dengan dua anak gadisku ke section perempuan. Deg degan ... Jantungku berdegup lebih keras dari rasa pertama jatuh cinta, atau ketika menghadapi ujian mekanika teknik, deg degan yang sangat nikmat... Yang aku rasa, hanya aku dan Dia yang tau. Tapi aku masih belum menangis, ... 

Pintu megah itu terbuka lebar dan seorang perempuan memakai niqab hitam memeriksa tas setiap tamu yang masuk. Jujur aku sedikit gugup karena membaca cerita kadang kita tidak diberi izin masuk kalau membawa camera, atau benda-benda yang tidak layak. Tapi ternyata perempuan petugas itu begitu ramah. Hiasan henna di tangannya, dan gelang emas yang melingkar di lengannya yang tertutup kain niqab membuatku berpikir, ah, ... Perempuan ya tetap perempuan... Keindahan ada pada wanita itu. Ini sama sekali jaih dari tulisan-tulisan yang kadang memberikan review yang jelek. Subhanallah, katanya ketika melihat kedua anakku. Aku tersenyum. 

Tiba di jalur untuk sholat. Aku mengajarkan Dasha dan Aqila bahwa mereka harus tertib, sholat dan berdoa untuk hal-hal yang penting bagi mereka. Tiba waktuku untuk beribadah. Ibadah kali ini juga berbeda. Aku merasa seperti di interview. Seperti melamar pekerjaan, atau menyatakan perasaanku, tapi dengan emosi yang masih sederhana. Hingga sujud pertama mengingatkan aku bahwa di masjid yang sama, hanya beberapa langkah, terbujur kekasih Allah yang teramat mulia. Bersamanya sahabatnya yang setia. Dan aku runtuh di situ. Semua perjalanan hidup berputar putar di sekitarku. Malu yang luar biasa mengingat semua kesalahan, keserakahan, keculasan, .... Malu karena rasa bangga yang hina, malu karena kemunafikan ... Ya Tuhan, ya Rabb... Ampunkan aku, suamiku, orang tuaku, saudara-saudaraku... Jauhkan anak-anakku dari langkah yang salah. 

Sujud kedua, juga sama.... Berputar putar. Tau rasanya bagaimana terbang tanpa sayap? Tubuh terasa ringan tak terkendali, seperti terhisap ke dalam medan magnet? Ingin bisa mengendalikan perasaan, tapi tidak kuasa. Karena memang tidaklah kekuasaan itu di tanganku... 

Begitu seterusnya. Doaku random, merasa waktu begitu sempit. Doaku random, mencoba mengingat kira kira siapa lagi yang harus aku doakan. Begitu banyak hal yang penting, begitu sempit waktu. Begitu singkat waktu untuk berterima kasih, atas kehidupan yang aku miliki.

Tiba-tiba aku baru sadar akan dua gadis kecilku yang duduk resah melihat ke mataku yang basah. Bukan tangis ketakutan saja, tapi tangis bahagia karena hari itu pertama kali aku dekat dengan Rasulullah... Begitu jauhnya selama ini. Aqila bertanya, "Amie, ... Amie gak apa apa?" ...resah kakaknya menenangkan Aqila,"Hush, Amie lagi berdoa tu..." - Aku kemudian memanggil mereka mendekat dan menjelaskan bahwa kami begitu beruntung bisa berada di Nabawi hari itu. Aku menjelaskan bahwa tangis bukan saja simbol kesedihan, tapi juga ketika kebahagaiaan. Tangis diciptakan agar melegakan perasaan. Dan hari itu aku ingatkan kembali mereka bahwa tidak ada kekayaan lain di dunia ini selain mereka dan bahwa keinginan aku dan abach mereka tidak lain kecuali mereka menjadi ksatria-ksatria Islam yang siap membela agama, masyarakat, menjadi pemimpin, menjaga sesama keluarga.... Dasha mengerti. Aqila masih bingung.

Setelah itu kami berjalan keluar, untuk menemui suamiku. Dari jauh aku lihat dia mengawasi Dzar yang berlari ke sana ke mari. Ternyata. Ia sudah menunggu lebih dari satu jam.... Begitulah, ... sholat 2 rakaat dan doa di Nabawi bisa begitu lama - karena mungkin kita manusia merindukan kedekatan itu. 

Ya Allah, jaga cinta kami.... Engkaulah payung itu, yang melindungi kami walau tanpa hujan...
Tapi benarlah apa yang dikatakan dalam Novel pembelah bulan, dana cerita para ulama, bahwa Madinah adalah negri yang damai. Kedamaian itu terasa sampai ke tulang sum-sum...merambat di dalam nadi. 

Pagi pertama di Madina
::// jaurinata 

Wednesday, March 26, 2014

No firm decision today

Never been so tired. Nope! Been worse actually ... Exhausted like crazy. Almost fall from my 22C seat in this new plane cabin. Sitting next to a sweet lady who offered me a candy. "No thanks Mam, I have too sweet of a life in the past days, " I thought in my head.

Againt my head is flying far far away, passing the thick sky this evening, to the conversation I had with those two big businessmen. How perhaps many common people think that those who runs big business have no heart. Well, not always. These two aged men were the sweetest persons who welcomed our trip to that island of hope. In the conversation I had with them they told me that one of the important thing that one should have when running a business is not only education, strategy, skills ... but most of all guts and firm decisions. 

Rachma, be firm in what you want to do in your life ...with your work. Remember that you own your prerogrative decision. You can take control! When you have it that use it. But make sure it is leading to the right direction. 

I thought in my head, " Sirs, that is why I am not a big businessmen like you both, I just cannot make decisions, fragile decisions. I have no guts." I sighed deeply. The lady next to me stared at my ipad monitor, ... Trying to read...and looked down when I caught her of staring at my ipad. Meanwhile I dont really care. She can read it. 

Damn, I cannot. Oh well, now the easy song in my headphone is taking my thought again to passing the thick clouds, against the blue crispy sky. 

Shut! Not today, but perhaps tomorrow - I'll be just like the Misters who run the oil pipeline, making firm decision. Will I? Sometimes I am scared of my own thought. 

Thursday, February 27, 2014

Sesal - lagu bagus Ermi Kulit :)

Ketika kau terbayang,
kurasa merasa bersalah,
karna kesungguhanmu,
tlah sekian lama kuabaikan...

Namun kau memang tulus,
dan tak pernah putus asa,
walau aku tenggelam,
di kedalaman angan semu yang melupakanmu...

Sekarang, harus bagaimana
akhirnya hatimu pun luka
sekarang kucari ke mana
dirimu tlah tiada lagi
kasihmu, tak kutemukan lagi...

...

Aku selalu suka lagu ini
Suka dengan penyanyinya Ermi Kulit
Punya kekuatan suara berat yang bisa menyeret
Lirik yang juga bagus...

Ah, tapi dalam hidup
Banyak manusia yang pergi ketika sakit
Tapi banyak pula yang memaafkan

Bersyukurlah
Bagi kita yang masih dijaga...

Carpe Diem! Selamat hari Jum'at dunia blog...

Tuesday, February 25, 2014

Perempuan baik itu iparku...

Malam ini aku ingin menulis tentang seorang perempuan, seorang istri... Aku kenal perempuan ini mungkin sudah hampir 13 tahun. Ia perempuan Sunda, manis, berhijab panjang. Pertama aku melihat wajahnya hanya melalui foto dan sederetan kata berisi bio-data. Seperti layaknya seseorang hendak melamar pekerjaan. Aku memandangi foto itu, kemudian membaca satu persatu penjelasan tentang dia, mulai dari keterangan fisik, umur, hobi, orang tua, bahkan sampai penyakit orang tuanya dan lain sebagainya. Foto itu adalah bagian dari sebuah surat yang dilayangkan dari Cairo, dari adik iparku.

Surat itu adalah penjelasan dan permohonan izin dari kedua orang tua suamiku bahwa adik iparku yang laki laki siap untuk menempuh rumah tangga dengan si perempuan manis berhijab tadi. Perempuan itu senang membaca Quran, paham isinya, tetapi masih terus belajar. Ibu mertuaku, yang memang sering berbagi cerita dengan aku, duduk berpikir. Aku juga jadi berpikir. Inilah ta'aruf. Sesuatu yang sering aku dengar, tetapi jauh dari budaya yang aku jalani - bahkan ketika menjadi pacar suamiku dulu selama 7 tahun! Hal yang sungguh berbeda. Ta'aruf. What kind of nonsense is this??? Menolak logikaku yang tidak mengerti bagaimana cinta bisa lahir dari ta'aruf. Akan tetapi tidaklah tepat untuk aku menghakimi bahwa hal tersebut tidak baik, karena agama Islam, agama yang aku anut, menganjurkannya. Dan aku belum pernah menyaksikan kegagalan sebuah hubungan yang dimulai dengan ta'aruf. Justru banyak yang kawin cinta malah gagal total.

Anyway, bukan soal ta'arufnya yang mau dibahas. Akan tetapi soal si perempuan tersebut. Ketika pernikahan akhirnya disetujui, kami kemudian bertemu dengan si perempuan tersebut, setelah prosesi pernikahan selesai dan ia dibawa ke kota kami, ke rumah mertuaku... Untuk dikenalkan dengan sanak saudara dan untuk memulai babak kehidupan mereka yang baru. Canggung kami semua melihat mereka bergandengan masuk ke rumah. Kami berbisik, geli karena pandangan yang tak lazim. Tapi perempuan itu hanya tersenyum manis sambil memegang tangan suaminya sepanjang waktu. "Ia penyabar" bisikku dalam hati. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, aku langsung bisa melihat bahwa ia penyabar. Kami juga melihat mereka sebagai pasangan muda saling memandang. Aku berpikir, mungkin itu romantisnya ta'aruf... Romantis yang diiringi keikhlasan, cinta yang dibangun karena Allah. Perempuan ini penuh cinta, datang masuk ke keluarga kami (keluarga besar suamiku).

Dalam kegiatan-kegiatan kami yang lainnya, seperti biasa jika perempuan berkumpul, maka mulailah celoteh saling membalas. Kadang berguyon, kadang berbagi cerita. Ya namanya perempuan, dengan keimanan yang mungkin naik turun, kadang tersempil gosip, ghibah, dan lain lain. Yang terasa makin nikmat ditelan telinga setelah dibumbui dengan bumbu-bumbu cerita. Tetapi yang aku perhatikan dari perempuan itu, dia tidak pernah ikut serta dalam cerita yang kurang bermanfaat. Maksudku, dia terlibat, tetapi lebih sering melempar senyum. Bukan sebagai aktor yangikut menceritakan hal-hal yang tidak perlu. Dia menjaga lidahnya, menjaga kata-katanya. 

Di lain kesempatan, ketika dia harus melahirkan anak-anaknya. Ibu mertuaku bercerita bahwa tidak dalam satu detikpun ia mengeluh atau mengerang ketika cengkraman bayi yang enggan melihat dunia seperti mencekik dan merobek tulang punggungnya. Aku tahu rasa itu, dari pengalaman melahirkan tiga anak. Memang dalam pengalamanku, sama sekali juga tidak menjerit karena mungkin sudah makan nasihat orang tua yang mengingatkan bahwa harus tetap sabar. Akan tetapi, perempuan itu, iya justru senyum! Aku ingat ibu mertuaku geleng geleng kepala keheranan melihat ia hanya senyum selagi kontraksi berlangsung!!! Tidak ada kernyitan atau keluh kesah. Hanya istighfar, menyebut nama Allah dan senyum! 

Perempuan itu memang tidak terlihat agresif. Tetapi aku dan suami sering memperhatikan bahwa dia konsisten terhadap tekadnya. Suatu hari suamiku melihat dia yang waktu itu dalam keadaan hamil, berjalan oelan di bawah terik matahari dengan membawa 1/2 galon air minum. Pelan berjalan. Berhenti. Berjalan lagi. Berhenti. Berjalan lagi. Berhenti. Ternyata ia baru dari warung membeli air hanya 1/2 galon untuk minum. Tidak memungkinkan bagi ia untuk membawa segalon air seorang diri, dan dalam keadaan hamil. Konsistensi dan keteguhan kepada niat yang ada pada diri perempuan itu begitu besar! (Sudah pasti suamiku langsung membantu ketika melihat kejadian itu, sementara suami si perempuan memang sering dipanggil oleh tugas untuk kemaslahatan ummat). 

Suatu ketika lagi, ketika Daddy (ayahku) meninggal dunia. Walau kami belum begitu dekat setelah sekian tahun. Mungkin karena budaya dan background kami yang berbeda, aku ingat penyesalan yang aku sampaikan bahwa aku ingin jadi anak yang lebih baik. Waktu itu aku merasa waktu tidak berpihak padaku. Tapi perempuan itu dengan tegas, tapi lembut, menyampaikan beberapa ayat Quran menjelaskan bahwa jalan kebaikan itu tetap ada. Begitu melegakan. Ini adalah salah satu contoh dakwah sederhana yang ia kerjakan. 

Dakwah lain juga begitu banyak! Dan dikerjakan terus bertahun-tahun secara konsisten. Ia sering bepergian ke pelosok daerah, membawa anaknya yang kecil-kecil secara bergantian, untuk mengajarkan agama, membaca Quran, berdiskusi, dengan cakupan diskusi yang begitu luas. Mulai dari soal pengembangan diri, keluarga, kerabat, dan bangsa. Aku lihat sendiri mereka berkumpul berhari-hari tanpa henti. Tanpa lelah. Begitu seringnya sehingga kami yang melihat kadang heran dengan energi mereka. Hampir jarang aku menemui mereka yang kala itu masih tinggal di tumah mertua, karena hari-harinya dipenuhi dengan kegiatan kemasyarakatan. Kadang kami justru mengeluh karena rindu mereka. Atau mertuaku kadang mengeluh karena mereka mengorbankan sebagain dari hartanya untuk dakwah, untuk kepentingan umat. Kadang kami sampai berpikir, lah ya kok bisa mikirin ummat lebih dari memikirkan kami-kami ini? Tapi guess what! Kami lupa bahwa kami juga ummat. Yang mereka lakukan adalah untuk kami dan saudara-saudara kami juga. Mereka kerja siang malam tanpa henti. Seiring dengan waktu kami justru belajar dari keikhlasan mereka. Kami sering berharap untuk punya kelapangan hati yang luar biasa. 

Perempuan ini juga sering terpaksa harus sendiri dan bersabar. Karena suaminya juga bekerja lebih dari full time untuk kemajuan bangsa, cita-cita mereka... Dan teman-temannya. Hal yang sudah dilakukan suaminya sejak lama seaktu dia muda di Cairo dulu - bergabung dalam dakwah dan bekerja secara konsisten untuk kemajuan bangsa. Justru kadang aku yang complain dan berseloroh mengatakan bahwa ia sudah hampir sama dengan istri "bang thoyib" karena selalu ditinggal. Tapi ia senyum saja dan menjelaskan bahwa ia tahu, suaminya bukan hanya miliknya dan anak-anak merek, tapi milik ummat. Kami sering melongo, walau diam-diam, dengan jawaban-jawaban yang begitu ikhlas. Tanpa dikonsep, tanpa ditata. Ikhlas dalam ucapan pertama, karena memang ikhlas dari hati. Kami juga sering berdiskusi dengan mereka, adu argumen dengan tata cara mereka. Argumen yang sehat dan saling membangun. Sering kami heran kenapa mereka tetap pada jalannya,... Tapi akhirnya kami mengerti bahwa jalan itu tidaklah mudah.  Perempuan ini adalah bagian dari sekian banyak dari kepedulian mereka terhadap anak bangsa. Konsep sukarelawan tanpa bayaran, itu hal yang sudah mendarah daging dengan mereka, sudah dari dulu! Tanpa perlu dipromosi juga tetap berjalan. Karena rasa sukarela mereka didasarkan oleh keyakinan kepada Maha Ikhlas. Itulah kekuatan sukarela mereka. Konsep membantu sesama untum maju di bidang ekonomi juga bukan makanan baru, tapi sudah sejak awal. Lah aku sendiri lihat kinerja mereka. Konsep membantu saat bencana juga bukan hal baru, lah ya keberanian mereka untuk maju itu didasari kekuatan hati akan perintah Allah semata. Gak dikasih masuk ke sebuah lokasi? Mereka tidak mundur... Inilah gigih. Inilah konsistensi. Inilah cita-cita. 

Perempuan manis ini berjilbab panjang. Dulu aku belum berjilbab bahkan. Akan tetapi mungkin jika dunia luar tahu, bagaimana hubungan kami. Kami berbeda dari gaya, dari latar belakang, dari pendidikan, .... Tapi apa dunia tahu kalau dulu ketika mereka menikah, aku diminta untuk membantu mereka foto, desain dan sebagainya? Tidak ada siratan sikap yang "anti" terhadap aku ya g kala itu belum berjilbab. Oh Gosh... Malah dulu aku pakai baju sering terbuka! :) Tidak ada komentar tentangku. Tidak ada protes. Dan yang lucunya, semua rekan kerja da. Teman-teman cukup heran melihat perbedaan antara aku dan dia selaku iparku. Atau antara suamiku dan suami dia yang sebenarnya saudara kandung! "Aaah.... Ga mungkin!!! Kok bisa gitu??!!!" Itu kalimat yang biasa yang aku dengar ketika mereka tahu kalau kami bersaudara. "Loh! Suamimu abang suami dia??? Kok bedaaaa??" - kami hanya tersenyum. 

Dalam pikiranku, betapa kerdilnya jika kita hanya berpikir bahwa nilai persaudaraan itu harus dilandasi oleh sebuah kain penutup kepala atau penampilan. Aku sekarang toh mengerti bahwa menutup aurat itu adalah bagian dari tata cara menghormati perempuan yang memang merupakan mahkluk yang sangat mulia. Begitu berharganya sehingga ia hanya bisa dinikmati secara halal oleh muhrimnya. Dan semua itu proses! Penutup aurat juga bukan legitimasi kekuatan iman seseorang, bahwa serta merta ia mulia... Ah, kenapa jadi bicara soal jilbab? Tapi ya itu tadi, ... Kenapa harus merasa aneh jika seseorang dengan gaya seperti aku dekat dengan yang gayanya selerti iparku?? Yang lain kadang menilai sampai mendiskreditkan, lupa bahwa itu tidak disarankan... Sementara kami santai-santai saja. Kenapa tidak bisa dewasa menyikapinya? 

Aku juga dulu punya penilaian yang kurang berpihak kepada adik iparku. Karena aku tidak mengerti dia. Manusia sering mengambil keputusan sepihak. Tapi seiring dengan waktu, aku melihat bahwa ia penyabar, konsisten dengan niatnya, ikhlas, tulus, dan selalu berbuat untuk kebaikan.

Banyak perempuan lain seperti dia. Istiqomah dalam pilihan di dalam hidupnya. Konsisten dalam langkahnya. Terus... Seperti roda ya g berputar. Orang lain mencemooh, mereka tidak membalas, hanya tersenyum. Tidak pernah sekalipun aku mendengar mereka membalas. Mungkin gerak geriknya terlihat lambat... Pelan, tapi hey, mereka ibarat kura-kura yang pelan, tapi terus berjalan dan semakin bertambah bijak. Pelan, tetapi terus berjalan dengan keyakinannya dan mencapai cita-citanya. 

Terus terang, aku salut sama ini perempuan - dan juga dengan rekan-rekannya. Mereka bekerja tanpa pamrih, tanpa perlu disiarkan. Mereka bekerja bukan untuk citra, bukan untuk posisi atau status, tapi karena Allah semata. Ini yang menjaga ahklak mereka, dan meneguhkan sikap mereka.

Oh well, blog ini ditulis karena aku sedikit kecewa dengan komentar-komentar yang aku baca di dunia maya yang sering sekali... Masya Allah, ... Pedas dan keji, terhadap saudara seagama sendiri. Sedangkan dengan mereka yang lain keimanan kita wajib menjaga lidah, apalagi dengan yang seiman! 
Betapa seringnya manusia diombang-ambing oleh nafsu dan keinginan yang begitu besar sehingga lupa untuk konsisten. Lupa untuk berlidah mulia. Lupa mengingat saudara... 

Mudah-mudahan suatu hari akan berubah. Bahwa manusia-manusia baik seperti kedua iparku ini tidak dipandang dengan sinis. Tapi toh, jika itu tetap terjadi...sudah disebutkan juga dalam dakwah Rasulullah, bahwa di akhir zaman banyak hal yang akan terbalik. Yang baik dihinakan, yang hina dibaikkan. But guess what? Aku juga tahu ipar-iparku ini tidak akan berubah. Kudos for them on their persistence and good heart. 

Mudah-mudahan rasa kecewaku malam ini bisa berubah besok. 

Monday, February 24, 2014

Yesterday

This morning listening to Katy Perry singing one of my favorite Beatles song titled “Yesterday”. Sitting alone in the office, just thinking – Every day I have to be here way early than everybody else. Often time with my sleepy mind I would just growl in my head – thinking how much sleep I am loosing each morning for the same routine. Well, today is the day I am trying to be positive and thought, my God, … each morning I am blessed to have my own time to think and review my life. Think and plan about the future, my future and my children’s future. My God! This is my own quality time.

Sometimes I forget to think about all the blessings I have. Meanwhile those blessings come to me in so many forms. Forgetting that I have been so lucky with what I have. Sometime I regret the past, regretting things I did not do yesterday… thinking with “if only” - while I know, deep down in my heart, that every step I took is for a reason. I did not make choices only based on my own logic and instinct. I know there a Great power who led me to those many decisions. I have to remind myself this each day, that sometimes I don’t get what I want, but I get what 
I need. I get what I need for my life and soul. 
I get what I need for my happiness and experience.

Yesterday, … love was such an easy game to play, now I need a place to hide away…. The lyric is actually not encouraging, for the lyric is telling us to admire the past and hide from the future. But damn it is a good song! But hopefully, again I am trying to light up my spirit again that yesterday was just yesterday. I am not going to be fascinated by the gazing stars and forget about the moon [the blessings] that actually light up the night.

Yesterday, may you only become a smile to my thought. Yesterday, may you trigger me to count my blessings each day. Yesterday, may you inspire me to writhe thousands poetry about the moon, not just the stars…


Isn’t this song beautifully done by Ms. Perry? Still is my favorite song. 


http://www.youtube.com/watch?v=NVsD-tFchD0 

Thursday, February 20, 2014

My Favorite China


You are like my favorite china
But covered with dust
But still my favorite!

You are like my favorite china
Glossy, with thousands cracks
Beautifully designed
Smooth surface
Intimidates my temptation

Shines under the moonlight
Bright under the sun
Calling my hands to touch
But you are one fragile porcelain
That I cannot touch

You've broken
I know you have
Holding the pieces
That I cannot touch
Pieces so sharp
That it bleeds me from far

My favorite china
I can only see you from far


::// jaurinata

Another line of words with no theme

Soul, soul, my soul
Come back
What have I done?
To push you away

Soul, soul, my soul
Come back
Give me forgiveness
Unconditionally

Soul, soul, my soul
Be my spirit
Be my spirit
Come back
Come back

For my life is empty
Without you.

Come back.

:://jaurinata

Thursday, February 6, 2014

Berikan aku hidup

Hari lain di kotak biru

Sebenarnya aku lagi membangun tembok
Seperti kata Dad, guna menjaga hati
Aku juga lagi bangun pasukan ilmu
Seperti kata Dad, guna jaga marwah

Tapi berhubung sudah mampet, mencari lagu lagu yang pas
Musik memang kebebasan, bagi yang bisa menikmatinya
Musik juga peredam rindu, amarah, kecewa
Musik pengarah cinta dan impian

Lirik dan dentuman lagu ini memang pas untuk detik ini
Buat menenangkan, Setelah mengadu sama Tuhan...

Mudah-mudahan...



Heran, ternyata adrenalin bisa membantu kinerja otak jadi sangat cepat. Menterjemahkan lirik puitis dalam sekali jalan, sambill mendengarkan lagunya. Aku ga pernah mikir, liriknya cukup lumayan..

Ah, whatever! ... just bring me to life (perhaps after 3.30pm)


BERIKAN AKU HIDUP

Lihat ke dalam jiwaku seperti pintu terbuka
Membawamu ke pusat jiwaku
Sebelum terjadi kebekuan
Tanpa roh
Jiwaku tertidur dalam dingin
Sampai kau menemukanku,
dan membawaku kembali

Jaga aku!
Jaga aku
Jiwaku terlelap
Selamatkan aku!
Keluarkan dari kegelapan

Biarkan darahku mengalir
Sebelum waktuku berlalu
Selamatkan aku dari ketiadaan yang kujalani

Sekarang, setelah kutahu kehilanganku
Jangan kau lepaskan
Satukan nafasmu dan nafasku
Jadikan aku ada
Jadikan aku hidup

Hidup dalam kepalsuan
Beku, beku tanpa sentuhanmu
Tanpa cintamu
Hanya kau yang hidup, dalam kematian ini

Aku telah terlelap seribu tahun
Dan kau adalah mataku untuk melihat
Jadikan aku hidup

Sunday, February 2, 2014

Kesal dan Sesal

Sesal itu biasanya datang belakangan.
Hari ini aku menyesal, karena sepertinya tipikalku untuk selalu mengulangi kesalahan yang sama.
Mungkin 10 tahun dari sekarang, ketika aku membaca-baca blog ini lagi aku akan lupa akan penyesalan ini disebabkan oleh apa...

Akan tetapi yang paling mendasar adalah rasa sesal dan kesal
Karena seharusnya aku, manusia, maju terus dan tidak mengulang kesalahan-kesalahan konyol
Tapi tidak, .. sekali lagi terjadi, dan dengan situasi yang sama
Tolol, tolol, tolol, berkali kali aku mengatakan bahwa aku tolol.

Dan terutama adalah berbagi kekesalan dengan mereka mereka yang sebenarnya tidak aku percaya
Mereka yang aku tahu pernah mengkhianati dan bukan journal berjalan sejati
Mereka yang haus untuk melihat kekurangan
Mereka yang mungkin memakai uraian ceritaku untuk justifikasi (palsu) bahwa mereka lebih baik, yang mana mungkin ya bagus untuk mereka
Tapi juga mungkin mereka pakai untuk bahan cerita belaka
Yang mana itu membuatku, pada menit ini, merasa makin tolol.

...

Pikiranku bisa aku setir melaju seperti pesawat tempur ke depan
Dan itu akan aku lakukan
Melesat, melupakan dan memperbaiki
Sekali lagi...

Toh aku manusia, tidak luput dari kelemahan
Akan tetapi aku punya Tuhan, yang akan selalu membantu
Biar mereka menilai, tapi nilai hatiku ada pada Tuhanku, bukan mereka

Kesal, masih berasa...
Sesal, masih bersisa...

Thursday, January 30, 2014

40 + 3 is a good day.

Do you write journals? I used to write it, I used to try to write short fun essays, but them all my old journals I threw away. Which ic kind of funny because I push my children to write a lot, but then I denied my own spirit to write. So this is me trying to be discipline a bit about my writing habbits. Meaning that I have to really dedicate the time, give time to myslef, to sit down, shut up, think, and just pour it in form of words. It does not matter if no one will read it. As writing is a form of meditation. 

So today a writing session again re-inspire me to (not pick a pen and paper) blog. Continue this blog that has been in silence for quiet sometime. This is another way of meditation, aside than green tea, or sketch books, or play with paint, or work with craft... Or get the rooms in my place fully decorated. No excuse. I just have to write. 

40 + 3. This is my age today. I am forty years old and three days. What have I accomplished in life? Perhaps I put too much pressure on myself, or expect too much from myself. But I know I have not done enough for human are created in the most perfect way to be able to do beyond what they can think they can do. So many times I want to be that "human" - able to do the extra, able to achieve ALL my dreams. Yes, dreamer's dreams. 

While I have done a lot, but also I have learned a lot from those surround me. Those you all know immediately, and those that noone knows perhaps. Ups and downs, positives and negatives, I have no regret, for they all shaped me to what I am today. There are people that I value a lot, meaningful, and continue to play role in my life. There are those who I hate, and continue to hate, and I am lucky not to be surrounded by them...

40 + 3. Too long to write all my feelings. But for sure my life is beautiful, and it has started before 40. One thing I learned from today's class: there is no such thing as perfection. No such thing as perfect life. This is why "good" human being will work hard to make life to be "close-to-perfect" . But in writing, in artwork, go free... Write as freely, and dont let the need of perfection become the boundaries of creativity.

40 + 3. I am back with my journals and confuse what to write. But I know, today is a good day and that I have a good "close-to-perfect" life with Jules and my beautiful children :)