Monday, March 31, 2014

Taman Surga

Aku tidak akan share pengalaman di dalam taman surga atau yang disebut Raudah. Taman surga yang disiapkan buat semua pejiarah yang ingin berdoa kepada yang Khalik. Segala hal bisa terjadi di sana. Tersaruk-saruk semua berebut ingin masuk dan memohon ampunan. Menyampaikan segala pesan untuk bumi dan akhirat.

Bagiku bukan soal prestasi bisa memijakkan kaki di dalam taman surga, atau bisa sujud di saf pertama (bagi jemaah perempuan) pas di belakang pembatas sehingga tidak terganggu oleh pejiarah lainnya. Bukan soal bisa atau tidak melakukan ketiga sholat sunnah yang disarankan. Bukan...bukan...

Bukan soal sempat atau tidak menyampaikan salam kepada Yang mulia Rasulullah... Ato menyapa kedua sahabat sejatinya. Hal ini tidak perlu diperbandingkan antara satu pejiarah dengan yang lainnya. Bagiku semua mempunyai keinginan yang jelas, dan pasti berusaha keras. Bukan soal berkompetisi mendapatkan kesempatan, atau melakukan dengan kualitas kekhusukan... Bukan! 

Siang itu, bahkan sebelum aku bisa ke Raudah di Nabawi. Suamiku, Putra, minta izin untuk sholat. Aku duduk bersama dengan ketiga anak kami. Detik berjalan. Aku seperti biasa mengawasi semua orang yang hilir mudik. Berbagai bangsa, dengan berbagai warna dan ribuan cara. Ada yang sendiri, ada yang berkeluarga atau bersama teman... Sambil aku merekam semua dengan kamera, detik dan menit berlalu. Udara panas berhembus. Kami masih menunggu. Berbagai kegiatan dilakukan oleh jemaah di Nabawi. Setelah sholat para lelaki menjemput istrinya, merangkul anak-anaknya. Mungkin ini adalah spot terdamai bagi setiap rumah tangga. Kedamaian Madinah dan Nabawi menular, membuat manusia enggan untuk bersiteru. Aku rasa, semua hati terbuka di sini, semua jiwa ingin merangkul kekasihnya. Seakan rasa kasih sayang Rasulullah menular. Aku melihat pasangan tua, kakek dan nenek, mungkin dari Pakistan. Kulit mereka kering. Sari yang digunakan juga bukan yang mahal seperti yang sering kulihat dipakai ibu-ibu arisan di Indonesia. Wajah mereka sudah keriput. Tapi kakek itu sambil berbicara memegang tangan si nenek. Kedua ya berdiskusi. Ntah soal apa, hanya angin yang tau. Begitulah cinta, jika dijalani dengan benar... Maka akan abadi sampai akhir hayat... Aku yakin kakek nenek itu waktu muda pasti juga punya masalah. Mungkin ketika usia mereka sudah tua juga. Tapi mungkin usia memang mendewasakan manusia. Dan dengan rasa cinta mereka, membuat mereka akrab satu sama lain. Pernah tidak melihat dua manusia yang saling menatap ke relung mata? Begitu dalam, ...dan rasa di hati hanya mereka yang tau. Gosh, enough about that romantic moments :) ...

... Terus kami menunggu...

Sampai akhirnya sosok yang aku kenal itu datang. Mengenakan busana sholat Melayu berwarna coklat muda. Matanya mengarah ke aku. Senyum dan mata itu terlihat berkaca-kaca. Jarang aku melihat ia menangis...sangat jarang. Ini lelaki kuat berhati baik yang selama ini aku kenal. Ini lelaki yang mengajarkan banyak hal tentang Islam, tentang kehidupan, tentang kesabaran, tentang berjuang... Tubuh tingginya tiba di dekat kami. Aku salam cium tangannya dan mangajaknya duduk bersama. Anak-anak sibuk terus bermain. Kami kemudian hanya berpandangan. 

Pelan ia bercerita, bahwa ketika hendak masuk ke dalam Raudah sebenarnya mereka sudah akan menutup pintu, tetapi entah kenapa penjaga pintu itu mebiarkan ia sendiri untuk masuk. Jalan dengan tenang tanpa harus berhimpit-himpit. Ia menceritakan luapan perasaannya ketika pertama kali mendapatkan kesempatan bersujud di taman surga. Air mata menggenang lagi, aku jadi ikut menangis... Kami saling berkisah tentang perjuangan Rasulullah. Kami terus saling berpandangan. Tidaklah layak bagi kami untuk berpelukan di situ mengingat ini adalah tempat yang begitu suci. Tapi tangannya menggenggam tanganku... Ini adalah lelaki yang baik hati, yang berulang kali menyelamatkanku dan menerimaku... Jujur, tidak ada perasaan yang lebih menyenangkan melihat ia mendapatkan kesempatan ibadah luar biasa itu. Aku merasa senang melihat kelegaan hatinya, yang telah berbicara dengan Penciptanya. Ah, Julesta Putra, ...segala doaku untukmu, ... 

Ya Allah, terima kasih telah memberikan ia kesempatan. Terima kasih Engkau menyediakan waktu untuk imamku yang baik hati ini. Ya Allah, mudahkanlah jalannya....jalan ia di dunia dan dimanapun, sebagaimana Engkau memudahkan langkahnya masuk ke taman surga. Lelaki ini sudah begitu lama denganku, sehingga aku hapal setiap langkah dan geraknya. Bisa membaca pikirannya. Begitu juga ia terhadapku. Rahasia apapun di antara kami tetap terungkap, karena kami sangat saling mengenal, dan sangat saling mengerti. 

Ya Allah, lindungi ia, tinggikan derajatnya, ... Bahagiakan dia, ... Sejukkan hatinya yang kuas tanpa batas. Mudahkan pula jalanku, jalan keturunannya. Jadikan kami kekasihmu bukan hanya di taman surga, ... Tapi di sisi Singgasana muliamu.

Menjelang siang di Taman Surga
::// jaurinatara

No comments: